Postingan

Menampilkan postingan dengan label Catatan Kaki

kalau diceritain panjang, jadi aku mending lari.

Gambar
Hidup yang monoton menjalani rutinitas yang itu-itu saja seharusnya banyak-banyak aku syukuri. Itu berarti badai kehidupan tidak sedang bersamaku. Di tengah hiruk pikuk undangan pernikahan dan tentang semua asumsi orang terhadapku, terima kasih karena menurut kalian aku berbahagia. Aku tak setenang itu, sesekali aku ingin mencabik mulutnya saat ia mulai mengoceh menyalahkan semua orang seenaknya. Aku ingin menarik rambutnya sampai lepas dari kulit kepala ketika dagunya sudah mulai lebih tinggi dari lubang hidungnya. You will never understand the hell I feel inside my head. Aku diam bukan karena apa, aku diam karena sibuk menenangkan monster yang ada di dalamku. Di umur yang tak lagi muda ini aku memutuskan untuk berhenti membandingkan nasibku. Aku sudah lelah melihat pencapaian orang lain yang kadang di usia mudanya sudah mendapatkan apa yang belum aku punya, pasangan hidup, rumah, pekerjaan tetap, mobil, destinasi liburan menarik, konser band luar negeri, tas mahal, dan segala bentuk...

3428 Mdpl : jalur cantik tapi luka.

Gambar
Lama sudah tidak gandeng tracking pole, akhirnya long weekend terakhir di tahun ini jalan juga ke Tegal. Berbekal keyakinan penuh kami bertiga yang terpencar berangkat dari tempt kami masing-masing dengan tentunya drama yang penuh emosi. Dari aku yang hampir cancel di hari H karena ada latihan padus yang sebenarnya di haruskan untuk anak baru ini. Tapi dengan keberanian dan keyakinan penuh, nekat meninggalkan tugas negara demi Atap Jateng yang harapannya bisa di daki sampai puncak Soerono. Perjalanan ke Tegal memakan waktu 3 jam dari Semarang. Perut cukup lapar karena terakhir makan siang tadi dan menjelang sore sudah harus berkejaran dengan jam keberangkatan sampai beli air mineral saja tidak ada waktu. Berlarian masuk ke Stasiun Poncol untung saja sudah ada teknologi face regconize yang sangat mempercepat proses check in. Tak lama kereta berangkat, kaki langsung melangkah ke gerbong makan. Semangkuk cuangki dan sebotol air mineral langsung membanjiri lambung yang kosong. Tak lama, a...

low pace, long story

Gambar
Awalnya aku lari bukan karena suka. Bukan juga karena ingin jadi pelari. Aku lari semata-mata untuk persiapan naik gunung. Biar kaki nggak kaget pas diajak nanjak, biar napas nggak engap waktu summit. Latihan pun simpel: seminggu dua kali, cukup sebulan sebelum hari H pendakian. Habis itu? Ya sudah, sepatu lari masuk lagi ke pojokan rak. Tapi ternyata kebiasaan kecil itu menempel. Lari yang tadinya cuma “bekal nanjak” perlahan jadi sesuatu yang kucari. Entah kenapa, meski nggak ada agenda mendaki, aku tetap pengin keluar, ikat sepatu, dan gas lari. Kadang di jalan sekitar rumah, kadang di jalan kota, kadang cuma keliling GOR. Pace? Masih keong. Long run? Masih belum bisa. Suka banget sama lari? Jujur aja, masih belum. Tapi yang jelas, lari sudah jadi bagian dari rutinitas. Walaupun latihan nggak selalu konsisten, setidaknya dalam seminggu aku bisa dapat 10K. Dan dari situ aku sadar, lari itu bukan soal siapa yang paling cepat atau siapa yang bisa jauh. Lari itu soal keberanian untuk te...

kembali menuju 3371 mdpl

"Libur tiga hari enaknya kemana ya?" tanyaku iseng. Kebetulan hari itu tepat seminggu sebelum libur panjang akhir pekan karena perayaan Idul Adha. Waktu itu aku sedang mampir ke rumah karena ada teman sekampus yang mengadakan pernikahan. "Bawa keril ya, kalo jadi kita summit." "Aku ga ada latihan sama sekali." "Gapapa, sebisanya aja." "Kita S2 kalo ga bisa ya, S1 dulu. Remidi." "Ok." Lewat percakapan singkat sore itu, kami bertiga berangkat ke Wonosobo. Memang ini bukan perjalanan pertama kami untuk naik gunung, tapi tetap saja tanpa latihan fisik sama sekali aku merasa ada yang kurang. Berbekal niat, ketua kami langsung booking tiket bus dari Bekasi ke terminal Wonosobo. Kami memutuskan untuk naik dari Cibitung agar tidak terjadi seperti kejadian yang lalu ketika kami terjebak macet di daerah Kemayoran. Masalah dimulai ketika kami tiba di rest area Subang. Hal yang aku takutkan terjadi. Aku haid. Aku langsung lemas. Namun mba...

badai menyambut di perjalanan menuju 3371 mdpl

Sebenarnya wacana ini sudah lama tapi baru terlaksana bulan Maret 2024 ini. Rencana awal kita akan naik ke Sumbing via Garung lalu nge-camp semalam disana, sehabis itu kita akan menginap di homestay sekitar dan besok harinya lanjut tektok ke Sindoro via Kledung. Kedua gunung itu jadi pilihan mengingat aku pernah gagal summit ke Sindoro via Kledung dan karena dekat serta tanggal merah yang mendukung kenapa tidak sekalian dua gunung. Kami langsung booking Damri untuk ke Wonosobo lewat aplikasi usai keputusan bulat kami untuk berangkat bersama dari Jakarta. Aku tak mau berangkat sendiri karena aku belom tahu bagaimana kondisi Wonosobo yang sekarang. Maklumlah, aku jarang naik bis dan terakhir kali aku ke Wonosobo sekitar 2016 lalu. Jumat malam tanggal 8 Maret kami berangkat setelah hampir di tinggal oleh bis. Bagaimana tidak, kami terlambat hampir 10 menit karena terjebak macet di dekat perlintasan kereta api Stasiun Kemayoran. Kamipun harus berlarian masuk ke pull Damri untuk mengejar bi...