kata-kata berbahaya
Aku sering heran kenapa orang begitu mudah bicara tentang love language . Seolah-olah cinta bisa diringkas jadi lima kategori rapi seperti di buku pegangan. Padahal bagiku, cinta tidak pernah sesederhana itu. Apalagi kalau sejak kecil aku tidak tumbuh di rumah yang mengenalkan cinta lewat kata-kata. Karena jujur saja, aku tidak tumbuh di rumah yang penuh kata-kata manis. Aku tidak terbiasa mendengar “aku sayang kamu” di meja makan, atau ucapan “kamu hebat” setiap kali berhasil melakukan sesuatu. Di rumah, cinta bukan lewat kata. Cinta itu dibungkus dalam hal-hal lain: piring nasi yang sudah tersaji, listrik yang tetap menyala, pakaian yang selalu bersih. Jadi jangan salahkan aku jika kini aku canggung. Aku bukan orang yang pandai mengekspresikan cinta lewat kata. Bagiku, kata itu tipis, rapuh, bisa hilang terbawa angin. Aku lebih percaya pada hal-hal kecil yang kasat mata: memastikan orang lain makan lebih dulu, menyiapkan sesuatu sebelum diminta, atau sekadar diam menemani. Kadang ...