10k di tangan istri yang tepat

Katanya, sepuluh ribu di tangan istri yang tepat bisa jadi berkat. Kalimat yang sering lewat di beranda media sosialku, biasanya disertai foto tangan perempuan yang sedang menanak nasi atau menyiapkan bekal sederhana untuk suaminya. Terlihat hangat memang, tapi di dunia nyata, sepuluh ribu bahkan sudah tak cukup untuk membeli rasa sabar, apalagi rasa kenyang.

Jajan fotoyu dan kopi ku saja sudah gocap. Itu pun belum termasuk ongkos perasaan setelah sadar saldo e-wallet tinggal seharga parkir motor di mall. Lucu, bagaimana orang masih percaya bahwa cinta dan penghematan bisa mengalahkan logika ekonomi.

Aku sering dengar orang berkata, “Uang bukan segalanya.” Kalimat itu memang terdengar bijak, tapi makin ke sini terdengar seperti candaan yang basi. Benar, uang bukan segalanya — tapi coba hilangkan uang dari hidupmu selama sebulan, nanti kamu akan tahu, bahkan sabun dan gas elpiji pun tak bisa dibayar pakai cinta.

Ada banyak rumah tangga yang tampak baik-baik saja di permukaan, tapi retak halus di dalamnya. Bukan karena kurang cinta, tapi karena terlalu sering menambal hidup dengan harapan tanpa perhitungan. Suami yang bangga bilang, “Aku tidak kaya, tapi aku tanggung jawab.” Padahal tanggung jawab tanpa kesiapan finansial sering kali cuma jadi slogan kosong.

Dan istrinya? Dilarang bekerja. Katanya, cukup di rumah saja, biar suami yang menafkahi. Padahal di balik pintu rumah itu, ada kepala yang nyaris meledak karena memikirkan beras yang menipis, listrik yang belum dibayar, dan kebutuhan anak yang terus bertambah. Combo yang pas untuk menambah peliharaan negara — fakir, miskin, dan yang terlantar — kali ini bukan karena malas, tapi karena sistem yang meninabobokan perempuan dengan kalimat manis bertajuk “surga di telapak kaki istri yang sabar.”

Perempuan diajarkan untuk hemat, untuk pandai mengatur keuangan, meski uangnya tak pernah cukup. Diajarkan untuk tetap tersenyum meski isi dapur sudah hampir kosong. Diajarkan untuk sabar, seolah kesabaran bisa mengganti harga minyak goreng.

Dan ironisnya, yang paling sering bilang “uang bukan segalanya” biasanya adalah mereka yang tak pernah kekurangan. Mereka yang tak perlu menghitung kembalian dari tukang sayur. Mereka yang tidur nyenyak karena tagihannya sudah lunas.

Cinta itu penting, tentu saja. Tapi cinta tanpa arah dan tanpa daya hanya akan membuat dua orang saling menua dalam tekanan. Sepuluh ribu di tangan istri yang tepat? Mungkin bisa jadi berkat — kalau suaminya juga tepat. Tepat pikiran, tepat usaha, dan tepat sadar bahwa cinta tak akan bertahan di perut yang lapar.

Postingan populer dari blog ini

apa aku boleh bahagia?

semua karena bacotmu yang jahat.

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat