aku banyak takutnya.
Aku banyak takutnya: takut salah pilih, takut rumah tangga tak sesuai ekspektasi, takut beda pandangan di tengah jalan, takut omongan orang, takut tidak sepadan, bahkan takut tidak cukup membuat nyaman—tapi ya sudah, hidup memang tidak pernah adil, siapa suruh aku berharap terlalu banyak? Kadang aku pikir cinta itu sederhana: ketemu orang yang bikin jantung deg-degan, lalu yakin dia soulmate. Tapi kalau cuma soal deg-degan, kopi sachet pun bisa bikin jantungku berlari. Soulmate ternyata bukan soal sensasi sementara, tapi soal rasa pulang. Aneh, ya. Ada orang yang bikin aku tenang meski kami sering nggak sepaham. Nggak selalu manis, nggak selalu romantis. Kadang malah bikin kepalaku penuh. Tapi entah kenapa, tetap ada rasa aman yang susah dijelaskan. Lalu, ketakutan lain datang: “Bagaimana kalau karirnya nggak seimbang sama aku? Bagaimana kalau orang lain menganggap aku turun kelas karena pilih dia?” Aku sering lupa, ternyata aku lebih takut sama omongan orang ketimbang sepi di kamarku ...