aku baik-baik saja.

Banyak orang mengira aku baik-baik saja. Iya, mereka melihat aku baik-baik saja karena mereka melihatnya dari kata orang saja, dari sosial mediaku saja, atau dari potongan diriku yang sengaja kubagikan ke mereka. Tapi jauh lebih dari itu, aku pun baik-baik saja.

Aku akan menjawab “baik” bila seseorang menanyakan kabarku. Bukan apa-apa, tapi aku memang baik-baik saja, dan aku tidak mau merepotkan banyak orang kalau aku menjawab “tidak baik-baik saja.” Karena jawaban itu hanya akan menimbulkan pertanyaan baru yang mungkin tidak ingin aku jawab.

Baik-baik saja itu kadang bukan tentang benar-benar baik, tapi tentang bertahan. Tentang bagaimana aku menyembunyikan badai di kepala dengan senyum tipis di bibir. Tentang bagaimana aku mengalihkan rasa sakit dengan cerita ringan. Tentang bagaimana aku memilih diam ketika isi hati sebenarnya ingin berteriak.

Ada kalanya aku iri pada orang-orang yang bisa bebas menceritakan masalahnya. Mereka yang punya telinga untuk mendengarkan dan bahu untuk bersandar. Aku? Aku memilih menumpuknya sendiri, berharap lama-lama rasa itu padam. Nyatanya tidak. Rasa itu hanya berubah bentuk, tapi tetap tinggal di dalam diri.

Namun, di balik semua itu, aku belajar sesuatu. Bahwa tidak apa-apa untuk sekadar baik-baik saja. Tidak harus selalu kuat, tidak harus selalu ceria. Baik-baik saja artinya aku masih berdiri, masih bernafas, masih mencoba menata langkah.

Jadi, jika kau menanyakan kabarku hari ini, jawabanku masih sama: aku baik-baik saja. Dan kalaupun aku tidak baik-baik saja, aku akan tetap bilang aku baik-baik saja.

Postingan populer dari blog ini

apa aku boleh bahagia?

semua karena bacotmu yang jahat.

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat