banyak yang mereka tak sadari.

Mereka menudingku dingin, tak peduli, tanpa perasaan. Kata-kata itu sering dilempar dengan mudah, seolah mereka tahu seluruh isi diriku hanya dari permukaan. Tapi tak ada yang bertanya kenapa aku menjadi seperti ini. Tak ada yang benar-benar mau melihat ke dalam—melihat bahwa di balik sikapku yang tampak tak peduli, ada kelelahan yang terlalu sering dilupakan. Aku tidak memilih jadi seperti ini; aku bertahan.

Bicara enteng aku nir-empati tapi mereka tak sadar kalau itu mereka yang ciptakan.

Dulu aku mencoba peduli. Aku merasa, aku menangis, aku berusaha memahami semua orang, meskipun seringkali tak dimengerti balik. Tapi kepedulianku tak pernah cukup. Empatiku dibalas tuntutan. Kebaikanku disambut pengkhianatan. Lama-lama aku belajar menyimpan air mata, membungkam empati, dan mengganti pelukan dengan jarak. Bukan karena aku tak bisa merasa, tapi karena merasa terlalu banyak pernah hampir menghancurkanku.

Mereka bilang aku berubah. Tapi mereka tak sadar bahwa mereka juga bagian dari perubahan itu. Setiap kata tajam, setiap pengabaian, setiap kali aku dicintai hanya saat aku berguna—semua itu perlahan membentuk benteng yang kini mereka keluhkan. Aku bukan patung es yang lahir beku; aku adalah hati yang pernah hangat, tapi terlalu sering terbakar.

Lucunya, yang menciptakan luka sering merasa berhak menilai bentuk sembuhku. Mereka menciptakan versi diriku yang kebal dan kini menyalahkanku karena tak lagi lembut. Tapi siapa yang akan terus menampung bara dengan tangan telanjang? Di titik tertentu, aku sadar: menjadi kuat kadang berarti harus kelihatan kejam bagi yang tak pernah tahu rasanya hancur.

Aku tidak bangga jadi seperti ini, tapi aku juga tidak menyesal. Karena jika ini satu-satunya cara untuk melindungi sisa-sisa diriku, maka biarlah aku disebut nir-empati. Aku lebih memilih dituduh tak peduli, daripada kembali tenggelam dalam kepedihan yang tak pernah dihargai. 

Postingan populer dari blog ini

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat

apa aku boleh bahagia?

semua karena bacotmu yang jahat.