perjalanan (kembali) mencari rumah

Badai kembali datang. Aku yang sadar kakiku penuh lumpur berlari menerjang badai ke teras di ujung jalan yang gelap. Temaram lampu kuning yang terkadang berkedip menjadi satu-satunya hiasan di teras yang penuh debu.

Aku segera membersihkan kakiku dari debu sebelum menginjakan kaki ke lantai teras berlapis kayu coklat tua. Pemandangan ini seperti tak asing buatku tapi aku yang sudah terlalu lelah tak menghiraukannya. Usai kakiku bersih, aku duduk di teras itu.

Debunya belum terlalu tebal, mungkin belum terlalu lama di tinggalkan. Tapi rumput di halaman depan sudah mulai meninggi. Pot bunga yang berjajar di pinggir teras juga berantakan.

Tak terasa hujan mulai rintik. Dari kejauhan cahaya putih datang menghampiri. Sepertinya pemilik rumah datang. Ia turun dari mobil bagusnya. Payung hitam menutup setengah wajahnya sehingga aku tak terlalu melihat wajahnya.

Aku sudah menyiapkan senyum dan menyusun permohonan maaf untuknya. Benar, belum sempat aku berucap wajahnya nampak dari balik payung. Aku tak asing dengan pemilik rumah ini.

Beberapa waktu lalu aku pernah singgah disini. Namun dulu halamannya masih indah, banyak bunga, rumputnya terawat dan tak ada debu di lantai kayu coklat tua. Aku juga sempat masuk ke dalam namun fotomu sudah bersanding dengan wanita lain. Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku. Apa yang sebenarnya terjadi?

Ingatan itu berjubel muncul tapi aku tak melihat wanitamu. Kemana dia? Dia tak muncul bersamamu. Ada apa dengan kalian?

Tuan Ramah masih seperti yang dulu. Senyumnya masih sama tapi tatapan matanya tak bisa berbohong. Matamu memerah dan sayu. Apa Tuan Ramah lelah?

Tuan Ramah kembali mengajakku untuk masuk ke rumah. Awalnya aku berusaha untuk menolak tapi mulut manisnya kembali merayu dan aku kembali terbuai. Aku hanya singgah, ulangku dalam hati.

Foto-foto itu tidak ada. Pertanyaan kembali muncul di kepalaku. Ada apa dengan mereka? Mulutku tak sampai hati untuk bertanya. Malam ini, Tuan Ramah memintaku untuk menginap. Tidak, tolakku. Aku hanya singgah dan berteduh saja, usai hujan aku akan pergi.

Tuan Ramah menawariku secangkir kopi hangat dan aku mengiyakan. Aku duduk di ruang tamu Tuan Ramah. Debu tipis melapisi sofa berbahan kulit. Tuan Ramah membawa dua cangkir kopi, ia menaruhnya di atas meja berwarna senada dengan sofanya dan ia duduk di sampingku.

Malam itu terasa sangat panjang. Secangkir kopi hitam menemani obrolan kami berdua. Hujan di luar seperti mengajak bercanda karena ia tak kunjung reda. Ia seperti mengiringi tawaku dan Tuan Ramah yang pecah. Masa sepi kadang menghampiri begitu cahaya kilat datang.

Aku dibuat lupa waktu. Aku juga lupa tentang foto-foto yang dulu terpajang di dinding yang kini entah kemana. Benar atau ini hanya dalam pikiran, Tuan Ramah seperti menikmati malam ini. Begitu pula denganku.

Aku tak jera, aku mencoba keberanianku dengan bertanya tentang foto-foto itu. Tuan Ramah sepertinya tahu jalan pikiranku. Ia beranjak dari posisinya dan berjalan menuju saklar lampu. Ia memencetnya dan tersenyum. Ruangan yang tadinya hanya mengandalkan temaran lampu jalan menjadi lebih terang. Empat lampu yang berada di pojok-pojok ruangan kompak menyala.

Foto-foto itu memang sudah tak ada lagi di dinding. Tapi Tuan Ramah menaruhnya di lantai dan menutupinya dengan selembar kain seperti ia akan membuangnya. Ia mengambil secarik kertas dari ambalan dan menaruhnya di samping cangkir kopiku.

Sebenarya apa yang kau inginkan, Tuan Ramah? Gemar sekali mengelabuiku dengan senyummu yang ramah. Aku melihat nama Tuan Ramah dan Ratunya di secarik kertas berwarna keemasan itu. Aku seperti diangkat ke langit ketujuh kemudian kembali di lempar ke Bumi.

Secara tak langsung, aku sudah diusir oleh pemiliik rumah. Rumah tempat ku singgah sudah akan dipakai oleh pemiliknya. Jamuan hari ini menjadi yang pertama dan yang terakhir. Terimakasih Tuan Ramah sudah membuatku salah sangka lagi. Terimakasih sudah membuatku terlihat bodoh. Terimakasih sudah membuatku membenci diriku sendiri.

Postingan populer dari blog ini

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat

you going to be ok.

perjalanan mencari rumah.