tidak semua harus menjadi sesuatu.

"Banyak-banyak terima kasih Tuhan buat berkat-Mu yang terus ada sampai sekarang. Meskipun sempat aku ragu akan keberadaanku, aku percaya perjalanan ke tempat ini akan buat pengalaman yang lebih baik daripada hari ini."

Enggak tahu kenapa bisa berdoa kayak gitu pas bermalam di Baduy Dalam. Seharian jalan kaki menikmati ciptaan Tuhan seharusnya aku capek dan langsung tidur tapi kayaknya suasana bikin aku mikir jauh lagi. Hari ini terlalu banyak ilmu baru yang masuk ke otak ini. Perjalanan yang sebenernya sudah lama aku pengen ini punya banyak hal yang harus mulai aku lakukan.

Baduy sebenarnya punya banyak potensi buat jadi tempat wisata yang punya ciri khasnya. Masyarakat bisa kok jadi sama kayak masyarat luar lainnya. Nyatanya pemerintah setempat juga sudah hadir buat mereka. Tapi mereka menolaknya dengan halus. Mereka memilih hidup sederhana seperti ajaran yang mereka yakini.

Pilihan mereka justru yang membuat mereka terlihat berbeda dengan yang lainnya. Sampai di Baduy Dalam, mencoba mandi dengan pancuran air alami sudah di sambut sama kunang-kunang yang belom pernah sama sekali aku lihat dari dekat selama tiga dekade hidup di dunia ini. Belom lagi selama perjalanan kesederhanaan mereka juga buat aku heran, masih ada ya orang-orang yang kayak gini di Indonesia. Mereka bener-bener slow living, hidup apa adanya, terlihat tidak ada sesuatu yang mereka kejar.

Mereka sama sekali tidak ingin menjadi sesuatu yang orang biasa lain harapkan. Rutinitas mereka hanya ladang. Sore hari, hiburan mereka hanya bermain kolintang bersama. Rumah mereka hampir sama. Tak ada yang berlebihan.

Jauh berbeda dengan kehidupan jaman sekarang yang semua sudah diatur oleh standar yang diadakan oleh masyarakat. Seolah semua harus punya pencapaian di usia tertentu. Dewasa yang kukira sebebas itu ternyata terikat oleh "sesuatu" yang harus dicapai. Seumuranku sudah seharusnya punya anak yang sudah mau masuk ke Sekolah Dasar, punya penghasilan dua digit perbulan, sudah berkeliling minimal Asia Tenggara, sudah punya mobil, atau sudah punya rumah di kawasan elit. Kata siapa?

Aku yang berjuang sendirian ini dituntut untuk menjadi "sesuatu" berdasarkan standar yang ada di masyarakat. Memang kalau aku bisa mencapai semua itu, aku bisa bahagia? Apa kalian bisa menjaminnya?

Kalau bukan itu arti bahagia yang ada di kepalaku apa aku salah?

Semua orang punya tafsiran bahagia menurut versinya masing-masing. Aku bahagia bisa menghabiskan sebagian waktuku untuk duduk menikmati segelas kopi gula aren sendirian sambil scroll youtube short. Aku bahagia sesekali bisa pergi ke tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi. Aku bahagia bisa mengitari mall sendiri tanpa beli apa-apa. Aku bahagia bisa hidup sampai sekarang.

Mungkin bahagiaku tak semewah makna bahagiamu. Tapi aku tak pernah menghakimi arti bahagia karena aku tahu aku tak punya hak akan itu. Untukku, tidak semua harus jadi sesuatu karena makna sesuatu punya versinya masing-masing.

Postingan populer dari blog ini

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat

you going to be ok.

another timeline, another life.