ruang berbagi

Jumat siang yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Tak seperti biasanya aku bisa duduk di coffee shop di jam dan hari kerja seperti ini. Ada rasa canggung yang pertama kali muncul, tapi juga ada rasa ingin tahu yang sulit kujelaskan. Mungkin inilah awal mula aku membuka diri kepadamu—atau lebih tepatnya, awal mula aku mencoba membuka diri pada sesuatu yang selama ini selalu kutolak: kemungkinan untuk benar-benar dikenal.

Aku duduk, menatap secangkir kopi yang mengepul pelan. Rasanya aneh. Biasanya aku terburu-buru, dikejar jam, dikejar kewajiban, dikejar standar yang entah siapa yang menetapkan. Tapi kali ini aku justru diam, menunggu. Menunggu percakapan, menunggu kata-kata, menunggu keberanian untuk berkata: aku ingin mengenal lebih jauh. 

Ada yang berubah. Entah di diriku, entah di sekelilingku. Ruang yang biasanya kupenuhi dengan pertanyaan, dengan rasa takut, kini pelan-pelan menjadi ruang berbagi. Ruang yang tidak lagi hanya dipenuhi omongan orang tentang siapa aku, kapan aku menikah, apa pencapaianku, atau kenapa aku selalu tampak ragu. Di sini, di ruang ini, aku merasa bisa jujur. Bisa jadi diriku yang penuh takut, penuh tanya, penuh luka—tanpa harus pura-pura baik-baik saja.

Mungkin ini yang selama ini aku cari: bukan kesempurnaan, tapi ruang. Ruang untuk bicara tanpa dihakimi. Ruang untuk didengar tanpa dibandingkan. Ruang untuk berbagi tanpa harus memberi kesan bahwa aku sudah kuat.

Lucu, ya. Aku yang biasanya begitu menutup diri, begitu defensif, tiba-tiba bisa merasa ringan hanya dengan membuka sedikit celah. Seolah aku menemukan bahwa berbagi itu bukan soal siapa yang lebih pintar, siapa yang lebih mapan, siapa yang lebih sempurna. Berbagi hanyalah tentang berani mengulurkan sisi rapuh, berharap ada yang tidak menertawakan, melainkan menyambutnya.

Dan di titik ini aku sadar: mungkin aku tidak sedang mencari jawaban. Mungkin aku hanya sedang mencari ruang. Ruang di mana aku bisa jadi “aku” tanpa merasa terlalu kecil, tanpa merasa harus selalu cukup.

Entah bagaimana kelanjutannya, aku juga tidak tahu. Yang kutahu, Jumat siang itu membuka satu pintu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya: pintu untuk mengenal, pintu untuk berbagi, pintu untuk melepaskan sedikit beban yang terlalu lama kupikul sendirian.

Karena ternyata, kadang yang kita butuhkan bukan dunia yang adil, bukan pasangan yang sempurna, bukan pencapaian yang gemilang—tapi hanya ruang kecil, sederhana, dan tulus untuk berbagi.

Postingan populer dari blog ini

apa aku boleh bahagia?

semua karena bacotmu yang jahat.

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat