saat itu tiba.
Aku tak asing dengan situasi ini. Dua orang perempuan yang saling bicara tanpa ada rasa tak enak dan yang ditutupi. Semua mengalir begitu saja tanpa ada basa-basi kita bisa tahu bagaimana suasana hati lawan bicara kita. Tanpa sentuhan tapi setiap kata yang keluar dari mulut kita benar-benar didengarkan terlebih dahulu baru opini keras yang menampar dilontarkan namun tak ada sakit hati atau apapun itu.
Dulu setiap Mak Wah datang, ibu akan selalu begadang di malam pertama. Bukan untuk mengerjakan sesuatu tapi mereka terus bicara tanpa henti. Meski sudah berbaring di atas kasur dan berbeda kamar, suara mereka masih terdengar semalaman. Aku kadang tak paham apa yang mereka bicarakan. Kadang mereka bicara tentang tingkah aneh tetangga mereka dulu, mengenang orang-orang yang mereka kenal, atau tentang apapun itu sampai salah satu diantara mereka tertidur. Esok harinya, dimanapun ada ibuk disitu juga pasti ada Mak Wah yang masih dengan ceritanya atau sebaliknya. Dalam hatiku, apa aku bisa seperti itu kelak?
Sempat ada selentingan kalau ibuk lebih menyayangi kakak perempuannya ketimbang anak-anaknya. Trus? Mengapa ia lebih memilih membagi pikiran dan tubuhnya untuk anak-anaknya ketimbang hidup bahagia dengan kakak perempuannya? Terdengar tidak masuk akal buatku. Semuaada masanya. Kalau sudah berkeluarga, semua akan punya porsi dan batasannya masing-masing.
Walau perjalananku belum sejauh itu, aku mulai tahu kalau hubungan darah ini jauh lebih kental dari apapun. Sejauh apa jarak kita, ujungnya kita akan mencari mereka. Orang-orang yang kita tahu baik buruknya. Orang-orang yang kita tahu akan menerima kita walau dalam keadaan terpuruk sekalipun. Tapi ketika mereka sudah menemukan rumahnya, kita harus sadar diri dan posisi kita. Kita sudah tak bisa seenaknya melewati batas yang tak kasat mata itu. Kadang aku tak sabar menunggu waktu tapi aku masih ingin memiliki mereka seutuhnya.
Saat itu tiba, aku hanya bisa melihat mereka dari kejauhan, mendengar yang boleh didengar dan mengetahui apa yang bisa kuketahui. Aku harus menerima apapun keputusan mereka. Namun ketika mereka dalam keputusasaan, tanganku harus menarik dan memeluk mereka kembali. Semoga hatiku sudah siap ketika saat itu tiba.