aku dan keruwetan kepalaku.

Bukan kamu orang pertama yang mengomentariku seperti itu. Telingaku sudah biasa menerimanya. Mulutku juga hanya bisa terkatup. Aku memilih untuk tidak melawan karena memang begitu adanya.

Ruwet.

Aku terbiasa terlihat baik-baik saja, gampang mengumbar senyum, tertawa tiap guyon receh yang orang lontarkan. Pokoknya aku bisa bersikap asyik ke semua orang. Aku seorang pendengar yang baik. Apa saja masalahmu mau dari percintaan, orang tua, perekonomian, sampai politik aku siap mendengar. Setiap kali kamu menelepon, aku akan angkat sekalipun aku berada di tengah badai. Kalaupun aku terlewat, aku akan segera meneleponmu balik atau mengirim pesan agar kamu tak kepikiran.

Tapi, mungkin cerita tentangku akan sangat sedikit. Semua yang berenang di kepalaku terlalu sulit untuk kuterjemahkan. Setiap kata yang mau kuucap seakan percuma. Aku tak pernah melihat kalian antusias mendengarkan ceritaku. Entah karena lidahku yang belibet atau memang ceritaku tak sebanding dengan milikmu. Kadang aku juga merasa telinga kalian tak benar-benar ada untuk ceritaku. Potongan kejadian atau lelucon yang kalian anggap lucu kalian lempar begitu intro ceritaku mulai kuputar.

Aku selalu merasa aku tak sepenting itu untuk bercerita atau diceritakan. Aku merasa kalaupun aku tak ada juga bukan masalah yang besar. Aku sering mensimulasikannya. Beberapa kali mencoba menghilang tanpa kabar. Sehari, dua hari. Tak ada juga notifikasi. Sepertinya selalu harus aku yang memulai. Pesan dariku yang menurutmu mungkin tak penting membuatku kepikiran mengapa tak segera kamu balas. Kadang aku memastikannya berulang apa aku sudah membalas pesan dari kalian. Apa aku lupa memencet tombol kirim sehingga tak ada pesan lagi dari kalian.

Tapi begitu kalian punya cerita baru, apapun yang sedang aku pikirkan langsung menghilang. Apapun yang kalian ucapkan seperti titah untukku. Lelah tak pernah ada untuk kalian, selalu ada ruang untuk hatiku yang sebenarnya sudah sangat sesak jika itu tentang kalian. Tidak ada kata tidak untuk semua permintaan kalian. Apa aku harus selalu seperti itu untuk mendapat tempat di hati orang lain?

Apa memang benar tak akan ada yang kehilangan jika memang belum benar-benar hilang atau memang aku tak sepenting itu?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar. Sampai akhirnya aku punya kesempatan untuk pergi. Lantas, apa aku akan benar-benar dilupakan begitu saja? Apalagi aku tak pernah ada cerita sama sekali. Jadi apa yang bisa diingat tentangku?

Aku tak pernah berharap orang akan memperlakukanku dengan baik walau aku berbuat baik. Aku justru akan heran jika ada yang memperhatikan. Apa yang sebenarnya mereka inginkan? Memang aku ada manfaatnya untuk mereka?

Postingan populer dari blog ini

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat

you going to be ok.

perjalanan mencari rumah.