episode mengagumimu sudah selesai.

Aku berada di tengah percakapan makan siang bersama beberapa teman yang kamu kenal. Kemudian wallpaper handphoneku berubah menjadi foto profilmu. Beberapa teman sempat ikut melirik dan membaca nama lengkapmu yang tertera di layar. 

"Posisi?" tanyamu begitu aku mengangkat panggilanmu.

Kamu masih dengan pertanyaan yang sama sejak awal kita berteman. Aku hanya menjawab singkat, "Bekasi."

"Ngapain?"

"Dolanlah. Nyapo?"

"Reti rak?" Password dari semua intro cerita pun sudah kamu ucap. Aku yang tadinya biasa saja jadi antusias. Namun mengingat banyak mata dan telinga yang mengintai aku belagak tak terlalu senang.

"Dan terjadi lagi."

"Apane, pak?"

"Ga jadi, nanti sore wae. Dah." singkat, padat, dan mengundang pertanyaan. Itulah kamu dari awal kukenal. Aku kembali melanjutkan kegiatanku hari itu. Tak penasaran, tapi aku cukup tahu diri. Apalagi posisiku sekarang tak berada di dekatmu lagi.

Beberapa hari kemudian kamu menelepon kembali. Sesuai asumsiku, "Kemaren yang aku mau cerita, aku mimpi dia lagi. Padahal aku udah ga pernah mikirin dia."

Aku sudah tak terlalu antusias untuk itu. Penasaranku sudah mereda jauh dari dahulu. Kalau kamu tanya bagaimana aku sekarang, api itu sudah padam. Apapun yang kudengar tentangmu meskipun itu dari mulutmu, aku sudah bodo amat dan yang kali ini betul-betul bodo amat.

Aku sadar kalau aku bukan wanita yang kamu impikan. Katamu, aku terlalu ribet dan sulit diatur. Aku mengakuinya dan berarti memang bukan kamu pawang binatang kesepian ini. Bukan kamu orang yang aku cari.

Aku sadar mengapa kamu sama sekali tak ingin mencobanya. Aku tahu mengapa kamu tak ada sedikit usaha. Aku juga tahu kalau kamu tahu aku sempat menyimpan perasaan untukmu. Tapi aku memilih untuk membiarkan semua ini dan melewatkanmu. 

Kita berdua sama-sama api yang sedang membara dan menunggu orang lain, entah untuk memadamkannya atau membakarnya dan membiarkan semuanya terbakar. Saking imbangnya persamaan dan perbedaan, kita tak mungkin bisa menjadi kita dan kita sadar akan itu.

Seandainya pikiranku berada di perempuanmu yang lalu, aku tahu kamu pasti sudah melewati semua berdua dengannya. Tak ada lagi rasa sepi yang kamu tutupi dengan tawamu yang kamu paksakan. Semua beban yang selama ini kamu pikul sendirian, mungkin bisa mereda. Hanya saja tanganmu yang terlalu ringan itu yang akan sedikit lebih berat karena sudah waktunya kamu memikirkan dirimu. Bahkan undangan dan ajakan yang sulit kamu hindari akan menemukan alasan mengapa kamu tak bisa hadir.

Sekarang cerita tentangmu memang masih sering kuputar. Bukan karena aku masih ingin bersamamu namun pergiku masih belum cukup lama dan aku masih belum punya banyak cerita baru dengan yang lain. Nanti ada waktunya kalau namamu tak lagi aku jual atau aku ceritakan kesiapapun.

Antusiasku dulu memang salah waktu dan tempat. Tak seharusnya aku salah sangka seperti ini. Sering kamu mengajarkan kalau salah satu alasan pria mendekati namun tak berani serius karena hanya untuk mengisi waktu luangnya saja, mencari teman disaat longgarnya. Makanya aku mau membayarnya dengan mengabaikanmu mencoba melakukan semua yang sudah kamu ajarkan. Lagipula semua rasa excitedku dan penasaranku sudah sirna, tak akan lagi ku termakan bualanmu. Aku sudah cukup pintar sekarang dan kamu yang mengajarkannya. Dan sekarang, episode mengagumimu sudah selesai. 

Postingan populer dari blog ini

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat

you going to be ok.

another timeline, another life.