patah sebelum sempat tumbuh.
Ini menjadi kesalahanku yang kesekian kali dan aku yang bodoh tak punya niat untuk mengakhirnya segera. Berulang kali aku menolak rasa ini. Meneriakannya keras-keras kalau aku tidak sedang jatuh hati. Dia hanya seorang teman yang memang peduli dengan siapapun, bukan hanya aku. Kuulang terus kata “bukan hanya aku” ribuan kali di kepalaku.
Dia memang orang yang ramah, mudah dekat dengan siapapun. Orang yang selalu ada bila ada yang kesusahan bahkan mau menjadi tameng bila diperlukan. Memang, kehidupan tak selamanya terang. Ada beberapa ritual yang tak seharusnya dia lakukan malah menjadi rutinitas dan yang seharusnya dia lakukan malah dia abaikan.
Berkali aku meyakinkan diri, berulang aku menyakiti hati.
Membenamkan wajahku ke dasar kolam tak membuat aku sadar kalau dia bukan milikku. Rasa kagum yang terus tumbuh ini jatuh ke orang yang salah. Kepalaku yang bebal sulit sekali untuk diberitahu. Telingaku sudah seperti orang tuli. Semakin rasa ini tumbuh, malah semakin besar rasa bersalah yang ikut terpupuk.
Hati ini sudah patah sebelum bisa tumbuh. Hati ini kembali jatuh ke hati yang salah. Dia sudah punya hati lain yang dijaga dan aku hanya salah satu orang yang berada di kerumunan.