berjalan bersama orang asing.

Perjalanan ke antah berantah ini memenuhi kepala. Antara senang, sedih, dan marah membaur menjadi satu. Bukan perjalanan seperti ini yang aku dambakan selama ini. Roadtrip bersama orang asing yang disatukan karena sampah. Kegiatan ini agak menyita tenaga dan waktu. Sejak masuk ke dunia kerja sambilan, mungkin ini saat-saat yang agak sibuk. 

Pagi hari, tanpa banyak bicara hanya suara lekukan kertas yang menderu. Antrian mandi yang belom terurai mencegah turun dari ranjang. Berbagi kamar dengan tujuh orang asing ini cukup melelahkan. Kamar mandi yang hanya ada tiga dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing membuat daftar tunggu kamar mandi favorit membludak. Belom lagi durasi pemakaian yang beragam. Beberapa menyela antrian karena perut mengalami kontraksi. 

Siang hari, silih berganti menunggu antrian pemeriksaan berlembar-lembar plano. Makan siang terasa tak berlaku. Puncak di depan mata, tinggal revisi yang menanti. Tugas hampir berakhir, semoga besok datang yang lebih baik. 

Kabut jatuh, diiringi suara saling sahut dengan suara dari ponsel masing-masing. Lewat rerimbunan pohon cemara yang menjulang, sebuah warung kecil menjadi penyelamat perbauan duniawi. Sesak di dada datang lagi. Entah karena rindu yang belum terbalas atau virus yang menginfeksi.

Malam yang hangat bersama orang asing yang dingin. Riuh tepuk tangan untuk pemenang, pujian untuk yang lewat orang dalam, dan guyonan internal yang disambut oleh mayoritas. Campur sari mempererat persaudaraan. Foto bersama, pondasi kenangan. Prokes dilonggarkan, kerumunan diperketat. Tak ada yang tahu pasti apakah ini semua sudah kembali seperti dulu.

Pagi datang dan hari akan segera berakhir. Deras air hangat melegakan bahu. Singgasana telah diduduki. Perut siap diisi kembali. Sayup keroncong memanjakan telinga. Selimut tebal membekap raga. 

Piring-piring menjulang. Berbagai menu sarapan disuguhkan. Deretan hijau pinus menyayangkan kepergian. Derai dedaunannya menolak ku meninggalkannya. 

Waktu kosong kembali menyatukan orang-orang asing ke dalam liang. Buaian lagu pop kuno menjadi pilihan yang menyatukan suara parau kami. Diiringi suara om Is yang syahdu, kami pun tenggelam dalam nada. 

Es kampul di Karanganyar tapi rasa Sulawessi. Berburu batik untuk buah tangan dari sini. Kaos smiley yang menghibur serta pertigaan arah Bekonang yang menguar memori. 

Hujan yang baik tahu waktu yang tepat untuk jatuh. Kata pamit yang terakhir ini jadi awal yang baru untuk perjalanan selanjutnya. Walau belum tahu akan kemana namun aku percaya kakiku akan sanggup melanjutkannya. Hal yang paling disenangi ketika bepergian adalah pulang.


Tawangmangu, September 2021.

Postingan populer dari blog ini

orang hanya percaya dengan apa yang mereka lihat

you going to be ok.

seharusnya kamu bahagia kalau aku tidak mengganggumu (lagi)