untuk pahlawan yang namanya tersemat di ujung namaku.

Bapak,
Jarak menjadi musuh kita sedari dulu. Masa sekolah dasarku sempat menjadi tak berwarna karena ketidakhadiranmu. Tak ada foto bersamamu seusai aku pentas menari. Tak ada riuh tepuk tanganmu selepas aku beratraksi. Tak ada gemuruh tawamu menonton aku berlomba baca puisi. Tak ada pelukmu usai aku bersedih kalah lomba menulis. Bahkan tak ada tanda tanganmu di buku raporku.

Hadirmu hanya kudapat melalui secarik surat yang rutin yang kau kirim di akhir bulan. Lewat secarik surat, kita mengenal dan memahami perasaan. Lewat tulisan, kau menyampaikan kasih yang ingin kau curahkan. Bukan hanya petuah yang menggurui tetapi juga obrolan yang menghangatkan. Lewat sana pula aku merasakan kasihmu yang nyata.

Bapak,
Aku tahu jarak menghalangi pelukmu untukku. Namun jarak tak cukup kuat untuk menghalangimu menjadi pahlawanku. Bapak tetap jadi lelaki pertama di dunia yang mencintaiku. Hingga menjadi yang utama dalam doaku.

Puluhan surat yang aku kumpulkan kemarin telah menggunung. Sama tingginya dengan rinduku yang tak terbendung. Beruntungnya kita, jaman semakin maju. Kabar tertulis berubah melalui tutur. Walau aku hanya dapat membayangkan rupamu, aku bahagia bisa mendengar suaramu.

Bapak,
Terima kasih buat pengorbananmu yang luar biasa. Lewat tulisan-tulisanmu, aku bisa menjadi aku yang sekarang. Walau ragamu fana namun kasihmu nyata.

Postingan populer dari blog ini

ada hari yang patut disyukuri.

tangis yang kusimpan sendiri.

semua harus usai malam ini.